Search


Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang baru-baru ini mendapat sorotan publik telah menimbulkan berbagai kekhawatiran di kalangan masyarakat. Beberapa perubahan dalam RUU ini dianggap dapat mengaburkan batas antara kewenangan sipil dan militer serta berpotensi memengaruhi stabilitas demokrasi di Indonesia. Berikut adalah beberapa perubahan yang menjadi perhatian utama:

1. Kedudukan TNI dalam Perencanaan Strategis

Salah satu perubahan mencolok dalam RUU ini adalah peran TNI dalam perencanaan strategis yang kini berada dalam koordinasi Kementerian Pertahanan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa pengaruh militer dalam pengambilan keputusan sipil akan semakin besar, sehingga mengurangi kontrol demokratis terhadap institusi militer.
 
2. Penambahan Tugas TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP)

RUU TNI menambahkan dua tugas baru dalam OMSP, yaitu:
  • Menanggulangi ancaman siber, yang sebelumnya menjadi ranah institusi lain seperti Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
  • Melindungi dan menyelamatkan warga negara serta kepentingan nasional di luar negeri, yang biasanya merupakan tugas diplomatik di bawah Kementerian Luar Negeri.
Perubahan ini berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan dengan lembaga-lembaga sipil lainnya, yang dapat mempersulit koordinasi dan akuntabilitas.
 
3. Penempatan Prajurit Aktif di Jabatan Sipil

Sebelumnya, jumlah kementerian dan lembaga yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif hanya 10, namun dalam revisi RUU ini diperluas menjadi 14. Beberapa di antaranya mencakup bidang keamanan siber, intelijen, dan penanggulangan terorisme. Kekhawatiran utama dari perubahan ini adalah meningkatnya peran militer dalam pemerintahan sipil yang berpotensi menghambat reformasi sektor keamanan.
 
4. Perubahan Usia Pensiun Prajurit

Perubahan ini menimbulkan kekhawatiran bahwa dominasi perwira tinggi dalam struktur militer akan semakin panjang, yang berpotensi memperlambat regenerasi dan modernisasi dalam tubuh TNI. Batas usia pensiun prajurit berdasarkan pangkat:
  • Bintara dan tamtama: 55 tahun.
  • Perwira kolonel: 58 tahun.
  • Perwira tinggi bintang satu: 60 tahun.
  • Perwira tinggi bintang dua: 61 tahun.
  • Perwira tinggi bintang tiga: 62 tahun.
  • Perwira tinggi bintang empat: 63 tahun (dengan kemungkinan perpanjangan dua tahun berdasarkan keputusan presiden).

Kritik terhadap perubahan RUU TNI ini berpusat pada potensi meningkatnya peran militer dalam ranah sipil, yang dapat mengancam prinsip supremasi sipil dalam demokrasi. Dengan adanya perluasan tugas dan kewenangan, beberapa pihak mengkhawatirkan bahwa TNI akan kembali memiliki peran dominan seperti pada masa Orde Baru, di mana militer memiliki pengaruh besar dalam pemerintahan.

Perubahan dalam RUU TNI ini telah menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan masyarakat sipil, akademisi, dan aktivis demokrasi. Pemerintah diharapkan untuk lebih terbuka dalam proses legislasi serta mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak guna memastikan bahwa perubahan ini tidak mengancam prinsip demokrasi dan supremasi sipil di Indonesia. Kejelasan batas antara peran militer dan sipil sangat penting untuk menjaga keseimbangan kekuasaan dalam negara demokratis.

Referensi
  • Kompas.id. "Demo Tolak Pengesahan RUU TNI, 5021 Personel Gabungan Dikerahkan." Diakses pada 21 Maret 2025, dari https://www.kompas.id
  • SuaraKalbar.co.id. "RUU TNI Diperdebatkan, Ini 4 Pasal yang Dinilai Kontroversial." Diakses pada 21 Maret 2025, dari https://www.suarakalbar.co.id
  • CNN Indonesia. "RUU TNI Dinilai Berpotensi Mengancam Supremasi Sipil." Diakses pada 21 Maret 2025, dari https://www.cnnindonesia.com
  • Tirto.id. "Perdebatan RUU TNI: Antara Reformasi dan Dominasi Militer." Diakses pada 21 Maret 2025, dari https://www.tirto.id

No comments

Materi